Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah. Melalui
upaya pencegahan yang efektif, beberapa negara berkembang dan hampir
semua negara maju, berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu
ke tingkat yang sangat rendah.
Asuhan Kesehatan Ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus pada:
a) Keluarga Berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan yang diinginkan
b) Asuhan Antenatal Terfokus untuk
memantau perkembangan kehamilan, mengenali gejala dan tanda bahaya,
menyiapkan persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi
c) Asuhan Pascakeguguran untuk
menatalaksana gawat-darurat keguguran dan komplikasinya serta tanggap
terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.
d) Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi
Kajian
dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan
tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya
kesakitan dan kematian
e) Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan.
Dalam upaya menurunkan
kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasi adanya keterbatasan
kemampuan untuk menatalaksana komplikasi pada jenjang pelayanan
tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi, dan
ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan
penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berbeda menurut
derajat, keadaan dan tempat terjadinya
Pergeseran Paradigma
Fokus
asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta
mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran paradigma
dari menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi, menjadi pencegahan
komplikasi. Persalinan bersih dan aman serta pencegahan komplikasi
selama dan pascapersalinan terbukti mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran paradigma tersebut diatas:
· Mencegah Perdarahan Pascapersalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri
Upaya
pencegahan perdarahan pascapersalinan dimulai pada tahap yang paling
dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan
perdarahan pascapersalinan, diantaranya manipulasi minimal proses
persalinan, penatalaksanaan aktif kala III, pengamatan melekat kontraksi
uterus pascapersalinan. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan
dini terhadap persalinan patologis dan dilakukan saat ibu masih dalam
kondisi yang optimal.
· Laserasi/episiotomi
Dengan
paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin
karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi
kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya
terjadi robekan minimal pada perineum.
· Retensio plasenta
Penatalaksanaan
aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan, mempercepat proses
separasi dan melahirkan plasenta dengan pemberian uterotonika segera
setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali.
· Partus Lama
Untuk
mencegah partus lama, asuhan persalinan normal mengandalkan penggunaan
partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses
persalinan. Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan aman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan
ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan, menjalin
kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara penolong dan keluarga
klien.
· Asfiksia Bayi Baru Lahir
Pencegahan
asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara
baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur
posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan
sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas
yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan
upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam
posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan
rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai
upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan
pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah
hipotermia.
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi.
Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan
di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat
terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat
diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih
agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara
aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan
pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan
segera dimana ibu masih dalam kondisi yang optimal maka semua upaya
tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian
ibu dan bayi baru lahir.
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal
Kajian kinerja petugas pelaksana
pertolongan persalinan di jenjang pelayanan dasar yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bekerjasama dengan Perkumpulan
Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI),
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) dengan
bantuan teknis dari JHPIEGO dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan
kinerja yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan
bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi kerjasama untuk
merancang pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk memperbaiki
kinerja penolong persalinan. Dasar pelatihan klinik asuhan persalinan
normal ini adalah asuhan yang bersih dan aman dari setiap tahapan persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pascapersalinan dan hipotermia serta asfiksia bayi baru lahir.
DEFINISI Hamil Kembar
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan
dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/
gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ),
Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang
semakin jarang sesuai dengan hokum Hellin. Hukum Hellin menyatakan bahwa
perbandingan antara kehamilan ganda dan tunggal adalah 1: 89, untuk
triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan seterusnya. Kehamilan
tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter dan
masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan
yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena itu
mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi
bukanlah hal yang berlebihan1.
ETIOLOGI
1. Kembar Monozigotik
Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang
dibuahi yang kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama,
masing-masing dengan potensi untuk berkembang menjadi suatu individu
yang terpisah.
Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut :
• Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan,
maka dua embrio, dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilan
diamnionik dan di chorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang
berbeda atau suatu plasenta tunggal yang menyatu.
• Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio
akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion
bersama, dengan demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik,
monochorionik.
• Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah
terbentuk, maka pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan kantong
amnion bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik.
• Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng
embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk
kembar yang menyatu.
2. Kembar Dizigot
Dizigotik, atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang
terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar
monozigotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain
yaitu ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi
infertilitas.
PATOFISIOLOGI
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati
batas toleransi dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan
kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari.
Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800gram,
kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan
melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat
satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut
adalah monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka
janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.1,2 Pada
kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda.
Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah
diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki
bersama dapat.
Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar
pada kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester
1 sering mengalami nausea dan muntah yang melebihi yang
dikarateristikan kehamilan-kehamilan tunggal. Perluasan volume darah
maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan
rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau
hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin
tunggal.
Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih
sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan
tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar
haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20
minggu ke depan. Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal,
cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung
serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar dengan
janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama
kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan
berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat
terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata
sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.
Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta
pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru dengan peninggian
diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat
menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal
maternal dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya
sebagai akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta
urin output maternal dengan segera kembali ke normal setelah persalinan.
Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan
untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan
kehamilan dilanjutkan. Berbagai macam stress kehamilan serta
kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal yang serius
hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan dengan berhubungan dengan dugaan kehamilan ganda, yaitu :
a. Anamnesis
Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan kembar
adalah riwayat adanya keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat
pengobatan infertilitas, adanya uterus yang cepat membesar: fundus uteri
> 4 cm dari amenorea, gerakan anak yang terlalu ramai dan adanya
penambahan berat badan ibu menyolok yang tidak disebabkan obesitas atau
edema.
b. Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda
Adanya cairan amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut
menyebabkan diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih kurang 50 %
diagnosis kehamilan ganda dibuat secara tepat jika berat satu janin
kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan satu janin lebih dari
2500 gram. Untuk menghindari kesalahan diagnosis, kehamilan ganda perlu
dipikirkan bila dalam pemeriksaan ditemukan hal-hal berikut ; besarnya
uterus melebihi lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari
kehamilan normal, banyak bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar,
dan teraba dua balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10 atau
lebih.
c. Pemeriksaan USG
Berdasarkan pemeriksaan USG dapat terlihat 2 bayangan janin atau lebih
dengan 1atau 2 kantong amnion. Diagnosis dengan USG sudah setelah
kehamilan 6-8 minggu dapat menentukan diagnosis akurat jumlah janin pada
uterus dari jumlah kantong gestasional yang terlihat.
d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan dengan rotgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosa
kehamilan ganda karena cahaya penyinaran. Diagnosis pasti kehamilan
kembar ditentukan dengan teraba dua kepala, dua bokong, terdengar dua
denyut jantung janin, dan dari pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosis diferensial :
• Kehamilan tunggal dengan janin besar
• Hidramnion
• Molahidatidosa
• Kehamilan dengan tumor
TANDA DAN GEJALA
Berikut adalah tanda dan gejala yang mengidentifikasikan kemungkinan kehamilan kembar menurut Bobak (2004):
1) Ukuran uterus, tinggi fundus uteri dan lingkar abdomen melebihi
ukuran yang seharusnya untuk usia kehamilan akibat pertumbuhan uterus
yang pesat selama trimester kedua.
2) Mual dan muntah berat (akibat peningkatan kadar hCG).
3) Riwayat bayi kembar dalam keluarga.
4) Riwayat penggunaan obat penyubur sel telur, seperti sitrat klomifen (Clomid) atau menotropins (Pergonal).
5) Pada palpasi abdomen didapat dua atau lebih bagian besar dan atau
banyak bagian kecil, yang akan semakin mudah diraba terutama pada
trimester tiga.
6) Pada auskultasi ditemukan lebih dari satu bunyi denyut jantung janin
yang jelas-jelas berbeda satu sama lain (berbeda lebih dari 10 denyut
jantung per menit dan terpisah dari detak jantung ibu).
Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu-ibu setelah melahirkan setelah keadaan tubuhnya pulih kembali. Senam
nifas bertujuan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya
komplikasi, memulihkan dan menguatkan otot-otot punggung, otot dasar
panggul dan otot perut.
TUJUAN Senam Nifas
-
Membantu mencegah pembentukan bekuan (trombosis) pada pembuluh tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi sehat dan tidak bergantung
-
berguna bagi semua system tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru.
-
memungkinkan tubuh ibu menjadi sembuh
TATA CARA MELAKUKAN SENAM NIFAS
Senam
nifas ini merupakan latihan yang tepat untuk memulihkan tubuh ibu dan
bermanfaat juga untuk memulihkan keadaan ibu baik psikologis maupun
fisiologis. Latihan ini dapat dimulai sejak hari 1 setelah melahirkan
hingga minggu ke enam setelah melahirkan. Latihan ini dilakukan dalam
waktu 5-10 kali hitungan setiap harinya dan akan meningkat secara
perlahan-lahan. Senam nifas ini dilakukan dengan berbagai macam gerakan
dan setiap gerakan mempunyai manfaat sendiri. Gerakan-gerakan tersebut
terdiri dari:
Hari Pertama
Sikap
tubuh terlentang dan rileks,kemudian lakukan pernafasan perut diawali
dengan mengambil nafas melalui hidung dan tahan hingga hitungan ke-5
atau hitungan ke-8 kemudian buang melalui mulut. Lakukan hingga 5-10
kali.
Hari kedua
Sikap
tubuh terlentang tapi kedua tangan dibuka lebar hingga sejajar dengan
bahu kemudian pertemukan kedua tangan tersebut tepat diatas muka.
Lakukan gerakan ini hingga 5-10 kali.
Hari ketiga
Sikap
tubuh terlentang tapi kedua kaki agak dibengkokkan sehingga kedua
telapak kaki menyentuh lantai. Lalu angkat pantat ibu dan tahan hingga
hitungan ke-3 atau ke-5 lalu turunkan pantat ke posisi semula dan ulangi
kembali gerakan hingga 5-10 kali.
Hari keempat
Sikap
tubuh bagian atas terlentang dan kaki ditekuk ± 45º kemudian salah satu
tangan memegang perut setelah itu angkat tubuh ibu ± 45º dan tahan
hingga hitungan ke-3 atau ke-5. Lakukan gerakan tersebut 5-10 kali.
Hari kelima
Sikap
tubuh masih terlentang kemudian salah satu kaki ditekuk ± 45º kemudian
angkat tubuh dan tangan yang bersebrangan dengan kaki yang ditekuk
usahakan tangan menyentuh lutut. Gerakan ini dilakukan secara bergantian
dengan kaki dan tangan yang lain. Lakukan hingga 5-10 kali.
Hari keenam
Sikap tubuh
terlentang kemudian tarik kaki sehingga paha membentuk sudut ± 90º
lakukan secara bergantian dengan kaki yang lain. Lakukan 5-10 kali.
I. Peran sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan mempunyai tiga kategori tugas, yaitu :
A. Tugas mandiri
1. Menetapkan mnajemen kebidanan pada setiap asuhan yang diberikan :
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien
b. Menentukan diagnosa
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan
g. Membuat catatan dan laporan kegiatan/tindakan.
2. Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pranikah dengan melibatkan klien :
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pranikah.
b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan pelayanan dasar.
c. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas dasar bersama klien.
d. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana
e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
g. Membuat catatan dan pelaporan asuhan kebidanan
3. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal :
a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
b. Menentukan diagnosa kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidana bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan laporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.
4. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien/keluarga :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencna yang telah disusun.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindakan pada ibu masa persalinan tersaing dengan prioritas.
g. Membuat asuhan kebidanan.
5. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir :
a. Mengakaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.
b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan pada bayi baru lahir.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat rencana pencatatan dan laporan asuhan yang telah diberikan.
6. Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
7. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana :
a. Mengakaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus/wus.
b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan pelayanan.
c. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan laporan.
8. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita gangguan system reproduksi dan wanita dalam masa klimaterium dan menopause :
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosa, prognosa, prioritas dan kebutuhan asuhan.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut bersama dengan klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
9. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan keluarga :
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita.
b. Menentukan diagnosa dan prioritas masalah.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
e. Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat catatan dan laporan asuhan.
B. Tugas Kolaborasi/Kerjasama
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga :
a. Mengakaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan keadaan kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritas kegawatan dan hasil kolaborasi serta kerjasama dengan klien.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dengan melibatkan klien.
e. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama dengan klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
2.
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi
a. Mengakaji kebutuhan asuhan yang berkaitan dengan komplikasi dan keadaan kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b.
Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan factor
resiko dan keadaan kegawat daruratan pada kasus resiko tinggi.
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil resiko tinggi dan memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindakan lanjut bersama klien.
g. Membuat catatan dan laporan.
3.
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama
dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
a.
Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan
dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan
pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
b. Menentukan diagnosa, prognoa dan prioritas sesuai dengan factor resiko dan keadaan kegawat daruratan.
c.
Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan resiko tinggi dan memberikan pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/ keluarga.
g. Membuat catatan dan laporan.
4.
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko
tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawat daruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan klien dan keluarga :
a.
Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama
dengan tindakan kolaborasi .
b. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan factor resiko dan keadaan kegawat daruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan resiko tinggi dan memberikan pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga.
g. Membuat catatan dan laporan.
2.
Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi
dan yang mengalami komplikasi serta kegawat daruratan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi yang melibatkan klien dan
keluarga.
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi
baru lahir dengan resiko tinggi dan keadaan kegawat daruratan yang
memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga.
b. Menentukan diagnosa, prognoa dan prioritas sesuai dengan factor resiko dan keadaan kegawat daruratan.
c.
Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko
tinggi dan yang memerlukan pertolongan pertama sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan memberikan pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan dan pertolongan pertama telah diberikan..
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien dan keluarga.
g. Membuat catatan dan laporan.
3.
Memberikan asuhan kebidana pada balita dengan resiko tinggi dan yang
mengalami komplikasi serta kegawat daruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
a. Mengkaji kebutuhan
asuhan kebidanan pada bati balita dengan resiko tinggi dan keadaan
kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
b. Menentukan diagnosa, prognoa dan prioritas sesuai dengan factor resiko dan keadaan kegawat.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang memerlukan pertolongan pertama sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan memberikan pertolongan pertama sesuai prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan dan pertolongan pertama telah diberikan..
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien dan keluarga.
g. Membuat catatan dan laporan.
C. Tugas Ketergantungan/Merujuk
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga
a. Mengakaji kebutuhan asuhan kebidanan yang memerlukan tindakan diluar lingkup kewenangan bidan dan memerlukan rujukan.
b.
Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas serta sumber-sumber dan
fasilitas untuk kebutuhan intervensi lebih lanjut bersama
klien/keluarga.
c. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih
lanjut kepada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
dengan dokumentasi yang lengkap.
d. Membantu pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
2. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada hamil dengan resiko tinggi dan kegawat daruratan :
a. Mengakaji kebutuhan asuhan kebidanan yang melalui konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas
c. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
e. Mengirin klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
f. Membantu pencatatan dan laporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
3.
Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa
persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan
keluarga:
a. Mengakaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada ibu dalam persalinan yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas
c. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membantu pencatatan dan laporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi yang sudah diberikan.
4.
Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu
dalam masa nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawat daruratan
dengan melibatkan klien dan keluarga :
a. Mengakaji adanya penyulit dan kedaan kegawatan pada ibu dalam masa nifas yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas masalah.
c. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membantu pencatatan dan laporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi yang sudah diberikan.
5.
Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan
tertentu dan kegawat daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan
dengan melibatkan klien dan keluarga :
a. Mengakaji adanya penyulit dan kedaan kegawatan pada bayi baru lahir yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas masalah.
c.
Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan dan
memberikan asuhan kebidanan pada bayi lahir dengan tindakan.
d. Mengirim klien kepada pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membantu pencatatan dan laporan serta mendokumentasikan
6.
Memberikan asuhan kebidanan pada anak balita dengan kelainan tertentu
dan kegawat daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan
melibatkan klien dan keluarga :
a. Mengakaji adanya penyulit dan kedaan kegawatan pada balita yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas masalah.
c. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Mengirim klien kepada pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membantu pencatatan dan laporan serta mendokumentasikan
II. Peran Sebagai Pengelola
1.
Mengembangkan pelyanan dsar kesehatan terutama pelayan kebidanan untuk
individu keluarga kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerja dengan
melibatkan masyarakat/klien :
a. Bersama tim kesehatan dan
pemuka masyarakat mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan
kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan dan mengembangkan program
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
b. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian dengan masyarakat.
c. Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB sesuai dengan rencana.
d.
Mengkoordinir mengawasi dan membimbing kader, dukun/petugas kesehatan
lain dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan
anak serta KB.
e. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat khusunya kesehatan ibu dan anak serta KB termasuk
pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program sektor terkait.
f. Menggerakkan, mengembangkan kemampuan masyarkat dan memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
g.
Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktek professional
melalui pendidikan, pelatihan, magang dan kegiatan-kegiatan dalam
kelompok profesi.
h. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan.
2.
Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan
sector lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun
bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada di bawah
bimbingan dalam wilayah kerjanya :
a. Bekerjasama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
b. Membina hubungan baik dengan dukun kader kesehatan/PLKB dan masyarakat.
c. Melaksanakan pelatihan membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain.
d. Memberikan asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
e. Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan denga kesehatan.
III. Peran Sebagai Pendidik
1.
Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu keluarga
kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan
khususnya yang berhibungan dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak dan
keluarga berencana :
a. Bersama klien mengkaji kebutuhan akan
pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang
kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.
b. Bersama klien pihak
terkait menyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai dengan
kebutuhanyang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang.
c. Menyiapkan alat dan bahan prndidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
d.
Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan
masyarakat sesuai dengan rencan jangka pendek dan jangka panjang
melibatkan unsur-unsur terkait termasuk masyarakat.
e. Bersama klien
mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat dan
menggunakannya untuk perbaiki dan meningkatkan program di masa yang akan
datang.
f. Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat secara lengkap dan sistematis.
2. Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan keperawatan serta membina dukun di wilayah atau temapat kerjanya :
a. Mengkaji kebutuhan latihan dan bimbingan kader, dukun dan siswa
b. Menyusun rencana latihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.
c. Menyiapkan alat, AVA dan bahan untuk keperluan latihan bimbingan peserta latih sesuai dengan rencana yang telah disusun
d. Melaksanakan pelatihan dukun dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan melibatkan unsure-unsur terkait.
e. Membimbing siswa bidan dan siswa keperawatan dalam lingkup kerjanya.
f. Menilai hasil latihan dan bimbingan yang telah diberikan.
g. Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.
h. Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan dan bimbingan secara sistematis dan lengkap.
IV. Peran Sebagai Peneliti/Investigator
1. Melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun secara kelompok :
a. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
b. Menyusun rencana kerja pelatihan.
c. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
d. Mengolah dan menginterprestasikan data hasil investigasi.
e. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
f. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.
Referensi
Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.
Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta: PP IBI.2004
Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995
A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK
Sesuai
anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses
pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam
praktiknya.
1. Pengertian dan Kegunaan
Pengambilan
keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat
menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis
dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas.
Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan
dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada
pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk
menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang
didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis
sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik.
Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang
petugas kesehatan berikan pada klien.
Seorang tenaga klinis
apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan panik,
membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus
emergency ) maka 2 hal yang dilakukan :
a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau.
b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya mencari suatu solusi.
Apabila
tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan
pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami
kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu
tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya,
sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan
klinisnya. Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan
proses manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan
seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara
tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi.
Dalam
pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan
langkah-langkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan
pendekatan pemecahan masalah.
2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis
a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi )
Langkah
pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali
keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang
lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya.
contohnya :
a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang
b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu.
Dalam
kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi ,
tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak
menyadarinya.
contohnya :
Ibu
datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa,
keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum
tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan
keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan
pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya dirasakan sejak kapan
? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan
darah tinggi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ?
setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat
menemukan keluhan yang sebenarnya
Oleh karena itu untuk
mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu
mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya . Hal
ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah
yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik,
pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya,
seperti contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering
terjadi terlalu banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau
tidak dapat membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang
tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu
pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien
apabila dalam kondisi kegawatdaruratan
misalnya :
pada
saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT,
riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian ini
sangat tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan
penyakit keluarga (penyakit keturunan).
Agar tenaga
kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif, maka
harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga yang
berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan
yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada
bagian yang paling relevan.
b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan)
Setelah
mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan
suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial
ini merupakan kemungkinan – kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan.
contohnya:
diagnosa
banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa
banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress,
anemi atau pre eklamsi.
Dari
diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan
atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya.
Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose
yang ada/
contoh :
bila
ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein - , maka diagnosa yang
dapat diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja).
Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.
Salah satu contoh ;
seorang
ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya
mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus
kelahiran serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu
diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri ,
laserasi vaginal atau sisa placenta .
Sebagai
seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan
pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan
informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan
diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut.
Jika ditemukan
bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak mengalami
komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri sebagai
penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik bisa
dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan
bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan tetapi ,
diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih
diperlukan . Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong
persalinan mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan
satu diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami
atonia uteri , maka pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu,
ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor lain harus dipertimbangkan
dalam langkah berikutnya.
c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana )
Setelah
memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih
perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan
beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah :
• Pengalaman tenaga kesehatan
• Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based)
• Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan
• Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data.
Contoh :
Sebagai
contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan ,
anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah
memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya
akan didasarkan pada jumlah perdarahan , obat-obat yang tersedia,
keberhasilan pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta
informasi – informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya
yang positif, yang bisa timbul dari masing-masing alternatif
pengobatan.
d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana )Langkah
berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan
pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau
asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu
mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di
standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu
memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan.
Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah
berikutnya.
e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan )
Dalam
langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana
tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi
untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak
contoh
dalam
kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah kontraksi
uterus menjadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap.Jika belum
efektif maka pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan
perencanaan, intervensi dan evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat
sirkuler (berulang) yang banyak persamaannya dengan proses penilaian
dan diagnosis bila tetap uterus lembek dan perdarahan banyak, maka
tindakan lain diberikan, misalnya kompresi bimanual.
Penilaian
atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke pembentukan
diagnosis akhir – diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh informasi
objektif yang lebih banyak , jika diagnosis akhir ternyata sejalan
dengan diagnosis kerja atau diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan
akan menggunakan rincian dari kasus tersebut didalam memori simpanan
pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu intervensi dilihat apabila
terjadi perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada penyebab
masalahnya, misalnya bagi ibu yang mengalami perdarahan paska
persalinan, jika perdarahan berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek
(yang membuktikan bahwa atonia uteri yang menjadi penyebabnya masih
belum terselesaikan), maka penanganannya tidak bisa dianggap berhasil.
Sumber
1. Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.
2. Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta: PP IBI.2004
3. Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995
Proses Manajemen Kebidanan
Penatalaksanaan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metoda untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dan rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 1997).
Penatalaksanaan kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
Jadi manajemen kebidanan ini suatu pendekatan pemecahan masalah yang digunakan oleh setiap bidan dalam pengambilan keputusan klinik pada saat mengelola klien; ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir dan balita dimanapun tempatnya.
Proses ini akan membantu para Bidan dalam berpraktek memberikan asuhan yang aman dan bermutu.
Langkah I : Pengkajian
Pada langkah pertama ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, baik dari hasil anamnesa dengan klien, suami/keluarga, hasil pemeriksaan, dan dari dokumentasi pasien/catatan tenaga kesehatan yang lain.
Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara :
1. Menanyakan riwayat kesehatan, haid, kehamilan, persalinan, nifas dan sosial
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
3. Pemeriksaan khusus
4. Pemeriksaan penunjang
5. Melihat catatan rekam medik pasien
Langkah ini merupakan langkah yang akan menentukan langkah pengambilan keputusan yang akan diambil pada langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, oleh sebab itu dalam pendekatan ini harus yang komperehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi/menilai kondisi klien yang sebenarnya dan pasti.
Setelah mengumpulkan data, kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat. Sebagai contoh informasi yang perlu digali ada pada Formulir pengkajian (Formulir ini merupakan bagian yang tidak terpisah dari catatan rekam medik yang ada pada rumah sakit, Puskesmas klinik bersalin ataupun tempat pelayanan kebidanan yang lain)
Langkah II : Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini bidan menganalisa data dasar yang didapat pada langkah pertama, menginterpretasikannya secara akurat dan logis, sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah kebidanan.
Rumusan diagnosa merupakan kesimpulan dari kondisi klien, apakah klien dalam kondisi hamil, inpartu, nifas, bayi baru lahir? Apakah kondisinya dalam keadaan normal? Diagnosa ini dirumuskan menggunakan nomenklatur kebidanan. Sedangkan masalah dirumuskan apabila bidan menemukan kesenjangan yang terjadi pada respon ibu terhadap kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Masalah ini terjadi pada ibu tetapi belum termasuk dalam rumusan diagnosa yang ada, karena masalah tersebut membutuhkan penanganan/intervensi bidan, maka dirumuskan setelah diagnosa. (Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah tersebut juga sering menyertai diagnosa).
Contoh I :
Data : Ibu tidak haid selama 3 bulan, mual dan muntah, Plano Test +, anak ke II , anak pertama berumur 1 tahun, ibu belum menginginkan kehamilan ke dua ini, ibu sering merasa pusing, susah tidur dan malas makan.
Diagnosa : - Ibu kemungkinan hamil G II, P I AO, 12 mg
- Kehamilan tidak diinginkan
Contoh II :
Data : Ibu merasa hamil 8 bulan , anak pertama, hasil pemeriksaan , tinggi fundus uteri, 31 cm, DJJ +, Puki, presentasi kepala , penurunan kepala 5/5 , nafsu makan baik, penambahan berat badan ibu selama hamil 8 kg , ibu sering buang air kecil pada malam hari.
Diagnosa : - GI P0 A0, hamil 32 mg, presentasi kepala janin tunggal , hidup
dalam rahim
- Ibu mengalami gangguan yang lazim / fisiologis pada kehamilan tua
Dari contoh rumusan diagnosa diatas menunjukan, bahwa ketidak siapan ibu untuk menerima kehamilan, kecemasan ibu terhadap sering kencing dimalam hari tidak termasuk dalam kategori “nomenklatur standar diagnosa” sehingga tidak terkafer dalam diagnosa kebidanan yang dibuat. Tetapi kondisi ini apabila dibiarkan, dapat menciptakan suatu masalah pada kehamilannya, terutama masalah psikologi klien.
Oleh karena itu kesenjangan tersebut dirumuskan sebagai masalah kebidanan, yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk diberikan intervensi khusus, baik berupa dukungan/penjelasan/tindakan /follow up/rujukan.
Jadi Diagnosa yang dibuat oleh bidan adalah meliputi diagnosa kebidanan yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan, dan masalah kebidanan.
Contoh III :
Setelah plasenta lahir ibu mengalami perdarahan pervaginaam, banyaknya kurang lebih 300 cc, kontraksi uterus lembek, k/u kompos mentis, TD 100/70, N 100/mnt, pernafasan 16/mnt. Ibu cemas melihat darah keluar dari vagina.
Dari data diatas diagnosa yang dapat dirumuskan adalah :
- Perdarahan post partum dengan atomia uteri, keadaan ibu baik
- Cemas
Contoh IV :
Ibu merasa hamil 7 bulan anak pertama, tinggi fundus uteri 28 cm, DJJ + presentasi kepala, V, penambahan berat badan 15 kilo selama hamil, mengeluh pusing, TD 180/100, proteinuri ++, oedem ++
Diagnosa : G1 PoAo, 28 mg pre eklampsia berat, janin tunggal hidup pres kep, intra uterin.
Diagnosa diatas menyajikan kesimpulan kehamilan dengan pre eklampis berat, tetapi masalah kebidanan diluar diagnosa tidak ada. Sehingga dalam diagnosa kebidanan bisa muncul diagnosa dan masalah, atau tanpa masalah tergantung kondisi klien.
Langkah III; Mengantisipasi Diagnosa/masalah potensial
Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam melakukan asuhan kebidanan bidan dituntut untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dari kondisi yang ada/sudah terjadi. Dengan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial yang akan terjadi berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah ada, dan merumuskan tindakan apa yang perlu diberikan untuk mencegah atau menghindari masalah /diagnosa potensial yang akan terjadi.
Pada langkah antisipasif ini diharapkan Bidan selalu waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa/masalah potensial ini menjadi benar-benar tidak terjadi. Langkah ini, penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Dan langkah ini perlu dilakukan secara cepat, karena sering terjadi dalam kondisi emergensi
Contoh I :
seorang wanita inpartu dengan pembesaran uterus yang berlebihan (bisa karena polyhidramnion, besar dari masa kehamilan, ibu dengan diabetes kehamilan, atau kehamilan kembar).
Tindakan antisipasi yang harus dilakukan:
- Menyiapkan cairan infus, obat uterotonika untuk menghindari syok hypovolemik karena perdarahan kala IV
- Menyiapkan alat resusitasi bayi untuk antisipasi aspixia pada bayi baru lahir
- Memberikan posisi Mc robert untuk antisipasi kesulitan melahirkan bahu
Pada langkah ke 3 ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar, merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional/logis.
Contoh II :
Data : Ibu anak pertama, hamil 36 minggu, perdarahan berulang dan
banyak, tidak ada mules, DJJ + , tinggi fundus uteri 31 cm ,
presentasi kepala, TD 110/ 70 .
Diagnosa : GI P 0 A 0 hamil 36 minggu, perdarahan antepartum, kondisi janin
dan ibu baik.
Tindakan antisipasi :
• Pasang infus , untuk mengantisipasi syok hypovolemik
• Menyiapkan darah untuk antisipasi syok hypovolumik
• Tidak melakukan periksa dalam untuk menghindari perdarahan hebat.
Kaji ulang apakah tindakan antisipasi untuk mengatasi masalah /diagnosa potensial yang diidentifikasi sudah tepat.
Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera.
Pada saat ini bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan intervensi , tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter lain, atau rujukan berdasarkan Kondisi Klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan yang terjadi dalam kondisi emergensi. Dapat terjadi pada saat mengelola ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil analisa data, ternyata kondisi klien membutuhkan tindakan segera untuk menangani/mengatasi diagnosa/masalah yang terjadi.
Pada langkah ini mungkin saja diperlukan data baru yang lebih spesifik sehingga mengetahui penyebab langsung masalah yang ada, sehingga diperlukan tindakan segera untuk mengetahui penyebab masalah. Jadi tindakan segera bisa juga berupa observasi/pemeriksaan.
Beberapa data mungkin mengidentifikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya menghentikan perdarahan kala III, atau mengatasi distosia bahu pada kala II).
Pada tahap ini mungkin juga klien memerlukan tindakan dari seorang dokter, misalnya terjadi prolaps tali pusat, sehingga perlu tindakan rujukan dengan segera.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklamsi, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang tepat dalam penatalaksanaan asuhan klien.
Pada penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah / kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency / segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini tindakan segera meliputi tindakan yang dilakukan secara mandiri , kolaborasi atau rujukan.
Contoh I : Tindakan segera
Dari kasus perdarahan antepartum tindakan segera yang harus dilakukan adalah :
• Observasi perdarahan, tanda-tanda vital
• Periksa / chek kadar hb
• Observasi DJA
• Rujuk ke RS ( bila di masyarakat ) atau kolaborasi dengan dokter ( bila di Rumah Sakit )
Contoh II
Tindakan segera yang dilakukan pada kasus perdarahan karena atonia uteri:
- Cari penyebab perdarahan
- Masase uterus untuk merangsang kontraksi
- Berikan uterotonika
- Lakukan kompresi bimanual interna (KBI)
Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
Langkah V :
Menyusun Rencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, baik yang sifatnya segera ataupun rutin.
Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi dengan merumuskan tindakan yang sifatnya mengevaluasi/memeriksa kembali. Atau perlu tindakan yang sifatnya follow up.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi penanganan masalah yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga tindakan yang bentuknya antisipasi (dibutuhkan penyuluhan, konseling).
Begitu pula tindakan rujukan yang dibutuhkan klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan social ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan perkataan lain asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut (Informed Consent). Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya, baik lisan ataupun tertulis contoh format inform conversal tertulis .
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar nyata berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta telah dibuktikan bahwa tindakan tersebut bermanfaat/efektif berdasarkan penelitian (Evidence Based).
Contoh : Rencana komprehensif pada kasus dengan peradarahan ante partum diatas :
• Beri tahu kondisi klien dan hasil pemeriksaan
• Berikan dukungan bagi ibu dan keluarga
• Berikan infus RL
• Observasi tanda-tanda vital , perdarahan, DJA dan tanda-tanda syok
• Chek kadar HB
• Siapkan darah
• Rujuk klien ke RS / kolaborasi dengan dokter
• Follow up ke rumah ( kunjungan rumah )
Kaji ulang apakah rencana asuhan sudah meliputi semua aspek asuhan kesehatan terhadap klien.
Langkah VI : IMPLEMENTASI
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien,efektif dan aman. Pelaksanaan dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bersama-sama dengan klien, atau anggota tim kesehatan lainnya kalau diperlukan.
Apabila ada tindakan yang tidak dilakukan oleh bidan tetapi dilakukan oleh dokter atau tim kesehatan yang lain, bidan tetap memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kesinambungan asuhan berikutnya.(misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana, dan sesuai dengan kebutuhan klien).
Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.
Langkah VII : Mengevaluasi
Pada langkah terakhir ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses penatalaksanaan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui pengkajian ulang (memeriksa kondisi klien). Proses avaluasi ini dilaksanakan untuk menilai mengapa proses penatalaksanaan efektif/tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.
Contoh : Evaluasi
• Evaluasi perdarahan ; berhenti atau tidak, jika belum berhenti jumlahnya berapa banyak ?
• Kondisi janin dan ibu ?
• Kadar Hb ?
Sumber
1. Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.
2. Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta: PP IBI.2004
3. Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995