KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul“.
PANDANGAN
ISLAM TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN ”. Shalawat dan Salam sama-sama kita sanjung
sajikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat beliau
yang telah membawa umat manusia dari alam jahiliyah ke alam yang berilmu
pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.
Akhirnya saya mengharapkan semoga tugas ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Oleh karenanya saya mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca guna menyempurnakan tugas ini.
Aceh besar, 22 february 2011
Penulis
A.
LATAR BELAKANG
Krisis lingkungan yang terjadi saat
ini sebenarnya bersumber pada kesalahan fundamentalis-filosofis dalam pemahaman
atau cara pandang manusia terhadap dirinya, alam, dan tempat manusia dalam
keseluruhan ekosistem. Kesalahan itu menyebabkan kesalahan pola perilaku
manusia, terutama dalam berhubungan dengan alam.
Aktivitas produksi dan perilaku konsumtif manusia
melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif. Di samping itu, paham materialisme,
kapitalisme, dan pragmatisme dengan kendaraan sains dan teknologi telah ikut
mempercepat dan memperburuk kerusakan lingkungan.
Upaya untuk penyelamatan lingkungan
telah banyak dilakukan baik melalui penyadaran kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan (stakeholders), upaya pembuatan peraturan, kesepakatan nasional dan
internasional, undang-undang maupun melalui penegakan hukum. Penyelamatan
melalui pemanfaatan sains dan teknologi serta program-program teknis lain juga
telah banyak dilakukan.
Islam mempunyai konsep yang sangat
jelas tentang pentingnya konservasi, penyelamatan, dan pelestarian lingkungan.
Konsep Islam tentang lingkungan ini ternyata sebagian telah diadopsi dan
menjadi prinsip ekologi yang dikembangkan oleh para ilmuwan lingkungan.
Prinsip-prinsip ekologi tersebut telah pula dituangkan dalam bentuk beberapa
kesepakatan dan konvensi dunia yang berkaitan dengan lingkungan. Akan tetapi,
konsep Islam yang sangat jelas tersebut belum dimanfaatkan secara nyata dan
optimal.
Maka, harus segera dilakukan
penggalian secara komprehensif tentang konsep Islam yang berkaitan dengan
lingkungan serta implementasi dan revitalisasinya. Konsep Islam ini kemudian
bisa digunakan sebagai dasar pijakan (moral dan spiritual) dalam upaya
penyelamatan lingkungan atau bisa disebut sebagai “teologi lingkungan”. Sains
dan teknologi saja tidak cukup dalam upaya penyelamatan lingkungan yang sudah
sangat parah dan mengancam eksistensi dan fungsi planet bumi ini. Permasalahan
lingkungan bukan hanya masalah ekologi semata, tetapi menyangkut teologi.
Pengertian “teologi” dalam konteks
ini adalah cara “menghadirkan” dalam setiap aspek kegiatan manusia. Dalam
bahasa lain, teologi dapat dimaknai sebagai konsep berpikir dan bertindak yang
dihubungkan dengan “Yang Gaib” yang menciptakan sekaligus mengatur manusia dan
alam. Jadi, terdapat tiga pusat perhatian (komponen) bahasan yakni Tuhan,
manusia, dan alam, yang ketiganya mempunyai kesatuan hubungan fungsi dan
kedudukan. Jadi, teologi hubungan antara manusia dan alam dengan Tuhan adalah
“konsep berpikir dan bertindak tentang lingkungan hidup yang mengintegrasikan
aspek fisik (alam termasuk hewan dan tumbuhan), manusia dan Tuhan”
Realitas alam ini tidak diciptakan
dengan ketidaksengajaan (kebetulan atau main-main) sebagaimana pandangan
beberapa saintis barat, tetapi dengan rencana yang benar al-Haq (Q.S. Al-An’am:
73; Shaad: 27; Al-Dukhaan: 38-39). Oleh karena itu, menurut perspektif Islam,
alam mempunyai eksistensi riil, objektif, serta bekerja sesuai dengan hukum
yang berlaku tetap (qodar). Pandangan Islam tidak sebagaimana pandangan aliran
idealis yang menyatakan bahwa alam adalah semu dan maya.
Pandangan Islam tentang alam
(lingkungan hidup) bersifat menyatu (holistik) dan saling berhubungan yang
komponennya adalah Sang Pencipta alam dan makhluk hidup (termasuk manusia).
Dalam Islam, manusia sebagai makhluk dan hamba Tuhan, sekaligus sebagai wakil (khalifah)
Tuhan di muka bumi (Q.S. Al-An’am: 165). Manusia mempunyai tugas untuk
mengabdi, menghamba (beribadah) kepada Sang Pencipta (Al-Kholik). Tauhid
merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama dan utama dalam teologi
pengelolaan lingkungan.
KONSEP LINGKUNGAN
Asas keseimbangan dan kesatuan
ekosistem hingga saat ini masih banyak digunakan oleh para ilmuwan dan praktisi
lingkungan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Asas tersebut juga telah
digunakan sebagai landasan moral untuk semua aktivitas manusia yang berkaitan
dengan lingkungannya. Akan tetapi, asas keseimbangan dan kesatuan tersebut
masih terbatas pada dimensi fisik dan duniawiah dan belum atau tidak dikaitkan
dengan dimensi supranatural dan spiritual terutama dengan konsep (teologi)
penciptaan alam. Jadi, terdapat keterputusan hubungan antara alam sebagai suatu
realitas dan realitas yang lain yakni yang menciptakan alam. Dengan kata lain,
nilai spiritualitas dari asas tersebut tidak terlihat.
Islam merupakan agama (jalan hidup)
yang sangat memerhatikan tentang lingkungan dan keberlanjutan kehidupan di
dunia. Banyak ayat Alquran dan hadis yang menjelaskan, menganjurkan bahkan
mewajibkan setiap manusia untuk menjaga kelangsungan kehidupannya dan kehidupan
makhluk lain dibumi. Konsep yang berkaitan dengan penyelamatan dan konservasi
lingkungan (alam) menyatu tak terpisahkan dengan konsep keesaan Tuhan (tauhid),
syariah, dan akhlak.
Setiap tindakan atau perilaku
manusia yang berhubungan dengan orang lain atau makhluk lain atau lingkungan hidupnya
harus dilandasi keyakinan tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT. yang mutlak.
Manusia juga harus bertanggung jawab kepada-Nya untuk semua tindakan yang
dilakukannya. Hal ini juga menyiratkan bahwa pengesaan Tuhan merupakan
satu-satunya sumber nilai dalam etika. Bagi seorang Muslim, tauhid seharusnya
masuk ke seluruh aspek kehidupan dan perilakunya. Dengan kata lain, tauhid
merupakan sumber etika pribadi dan kelompok, etika sosial, ekonomi dan politik,
termasuk etika dalam mengembangkan sains dan teknologi.
Di dalam ajaran Islam, dikenal juga
dengan konsep yang berkaitan dengan penciptaan manusia dan alam semesta yakni
konsep Khilafah dan Amanah. Konsep khilafah menyatakan bahwa manusia telah
dipilih oleh Allah di muka bumi ini (khalifatullah fil’ardh). Sebagai wakil
Allah, manusia wajib untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai dengan
sifat-sifat Allah. Salah satu sifat Allah tentang alam adalah sebagai
pemelihara atau penjaga alam (rabbul’alamin). Jadi sebagai wakil (khalifah)
Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan bertanggung jawab untuk menjaga
bumi. Artinya, menjaga keberlangsungan fungsi bumi sebagai tempat kehidupan
makhluk Allah termasuk manusia sekaligus menjaga keberlanjutan kehidupannya.
Manusia mempunyai hak atau
diperbolehkan untuk memanfaatkan apa-apa yang ada di muka bumi (sumber daya
alam) yang tidak melampaui batas atau berlebihan (Al-An’am:
141-142).
Manusia baik secara individu maupun
kelompok tidak mempunyai hak mutlak untuk menguasai sumber daya alam yang
bersangkutan istilah “penaklukan” atau “penguasaan” alam seperti yang
dipelopori oleh pandangan barat yang sekuler dan materialistik tidak dikenal
dalam Islam. Islam menegaskan bahwa yang berhak menguasai dan mengatur alam
adalah Yang Maha Pencipta dan Maha Mengatur yakni Rabbul Alamin. Hak
penguasaannya tetap ada pada Tuhan Pencipta. Manusia wajib menjaga kepercayaan
atau amanah yang telah diberikan oleh Allah tersebut. Dalam konteks ini, alam
terutama bumi tempat tinggal manusia merupakan arena uji bagi manusia. Agar manusia
bisa berhasil dalam ujiannya, ia harus bisa membaca “tanda-tanda” atau”
ayat-ayat” alam yang ditujukan oleh Sang Maha Pengatur Alam. Salah satu agar
manusia mampu membaca ayat-ayat Tuhan, manusia harus mempunyai pengetahuan dan
ilmu.
Lingkungan alam ini oleh Islam
dikontrol oleh dua konsep (instrumen) yakni halal dan haram. Halal bermakna
segala sesuatu yang baik, menguntungkan, menenteramkan hati, atau yang
berakibat baik bagi seseorang, masyarakat maupun lingkungan. Sebaliknya segala
sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan
lingkungan adalah haram. Jika konsep tauhid, khilafah, amanah, halal, dan haram
ini kemudian digabungkan dengan konsep keadilan, keseimbangan, keselarasan, dan
kemaslahatan maka terbangunlah suatu kerangka yang lengkap dan komprehensif
tentang etika lingkungan dalam perspektif Islam.
Konsep etika lingkungan tersebut
mengandung makna, penghargaan yang sangat tinggi terhadap alam, penghormatan
terhadap saling keterkaitan setiap komponen dan aspek kehidupan, pengakuan
terhadap kesatuan penciptaan dan persaudaraan semua makhluk serta menunjukkan
bahwa etika (akhlak) harus menjadi landasan setiap perilaku dan penalaran
manusia. Kelima pilar etika lingkungan tersebut sebenarnya juga merupakan pilar
syariah Islam. Syariah yang bermakna lain as-sirath adalah sebuah “jalan” yang
merupakan konsekuensi dari persaksian (syahadah) tentang keesaan Tuhan.
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN YANG TERPADU
MENURUT
AJARAN ISLAM
Proses kerusakan lingkungan telah menjadi
persoalan global yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia dimanapun berada.
Lingkungan bersih yang tak tercemar (pristine) manjadi barang langka yang
sangat sulit bahkan hampir tak mungkin didapatkan. Hampir semua tempat tidak
akan luput dari “masukan” bahan pencemar baik melalui udara (misalnya: asap,
hujan asam, ataupun pencemaran suara ataupun bau) maupun daratan (misalnya:
transportasi, aliran sungai, dan lain-lain). Proses kerusakan tersebut bahkan
terus merambah lingkungan yang dianggap tak mungkin tercemari seperti lautan
lepas.
Para ahli lingkungan menduga bahwa kerusakan lautan
pada saat ini justru lebih cepat dibandingkan kerusakan hutan tropis. Tidaklah
mengherankan apabila manusia semakin sulit mendapatkan nutrisi yang cukup dari
lautan karena makin berkurangnya hasil tangkapan nelayan akibat rusaknya
habitat makhluk hidup di lautan tersebut.
Kerusakan lingkungan seharusnya
tidak hanya dipandang dari segi kepentingan manusia semata, namun difokuskan
pada menurunnya kualitas dan daya dukung bagi hewan, tumbuhan, ataupun mikroba
yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan manusia. Sebagai contoh, kerusakan
hutan tropis akibat penebangan hutan baik secara resmi maupun tak resmi, tidak
secara langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak. Namun dampak
kerusakan tersebut akan dirasakan masyarakat dikemudian hari, misalnya punahnya
hewan, tumbuhan, ataupun mikroba yang dibutuhkan sebagai bahan makanan atau
obatan-obatan. Selain itu, kerusakan hutan tersebut akan berpengaruh pada
perubahan iklim secara lokal maupun global, termasuk peningkatan konsentrasi
gas karbon dioksida (CO2) di udara akibat berkurangnya jumlah tumbuhan yang
mampu menyerap gas tersebut. Akibat lanjut dari berlebihnya gas karbon dioksida
adalah pemanasan global (global warming) yang diperkirakan akan menimbulkan
dampak yang sangat luas seperti perubahan cuaca, banjir di sekitar pantai,
hujan asam, perubahan pola penyebaran hewan dan tumbuhan, dan lain-lain.
Sebagian ahli juga mengaitkan pemanasan global dengan bencana besar yang
melanda negara Amerika Serikat seperti bencana akibat badai (hurricane)
Katrina, Rita, dan Wilma diwilayah pesisir selatan Amerika pada bulan September
dan Oktober 2005 yang lalu. Dahsyatnya putaran angin ke tiga badai tersebut
diperkirakan dipicu oleh naiknya suhu air di perairan tersebut akibat pemanasan
global. Tidak juga berlebihan apabila pemanasan global tersebut dihubungkan
dengan perubahan pola iklim di Indonesia yang menyebabkan perubahan curah hujan
yang menyebabkan banjir besar di beberapa daerah seperti di Jember and
Trenggalek, Jawa Timur.
-
Beberapa penyebab kerusakan
lingkungan dan akibatnya
Manusia merupakan agen utama perusak
lingkungan. Dengan bertambahnya populasi manusia, maka perubahan lingkungan
yang berimbas kepada kerusakan lingkungan sulit untuk dihindarkan. Selain
bertambah dalam jumlah, aktivitas manusia juga bertambah cepat dengan
diciptakannya teknologi yang mampu mempercepat kerja dan memperbesar hasil.
Pertambahan kecepatan aktivitas tersebut ternyata sekaligus mempercepat proses
kerusakan lingkungan pula.
Hal ini disebabkan karena dinamika
proses di alam tunduk pada hukum Thermodinamika yang menyatakan bahwa dalam
proses perubahan energi tidaklah 100% effisien, sehingga selalu ada hasil
samping yang terbuang. Selain merusak lingkungan, aktivitas manusia dapat pula
merubah struktur rantai makanan, aliran energi, dan siklus kimia di dalam
lingkungan. Sebagai contoh adalah perubahan siklus unsur hara (nutrient)
seperti nitrogen dan fosfor akibat aktivitas pertanian. Pada awalnya, lahan
yang digunakan masih mengandung cukup unsur hara bagi tanaman pertanian yang
ditanam.
Namun seiring dengan proses
pemanenan, banyak unsur hara yang terangkat dan mengakibatkan lahan menjadi
miskin dan tidak mampu mendukung aktivitas pertanian lagi, sehingga petani
harus membuka lahan baru (sistim pertanian berpindah) atau menambah unsur hara
melalui pemupukan. Selain itu, perubahan struktur rantai makanan yang
diakibatkan oleh aktivitas pertanian tersebut memaksa petani untuk menggunakan
obat pembasmi hama (pestisida) guna membasmi hama pertanian mereka. Semua
aktivitas di atas (lahan berpindah, penggunaaan pupuk dan pestisida) pada
akhirnya merusak lingkungan. Salah satu akibat dari pemupukan yang berlebihan
adalah eutrofikasi atau pengayaan unsur hara di danau. Eutrofikasi merupakan
salah satu faktor utama menurunnya hasil tangkapan ikan dan juga faktor utama
pendangkalan danau. Penggunaan pestisida yang berlebihan, juga menjadi penyebab
rusaknya keseimbangan lingkungan dengan terbasminya makhluk hidup bukan
sasaran.
Kerusakan lingkungan semakin
bertambah parah dengan munculnya modernisasi dan industrialisasi di segala
bidang. Industrialisasi tidak hanya berakibat bertambahnya emisi gas penyebab
global warming seperti karbon dioksida dan gas-gas lainnya, tetapi juga
mengakibatkan masuknya bahan-bahan berbahaya ke dalam lingkungan. Sebagai
contoh adalah pencemaran logam berat dan pencemar organik seperti
polychlorinatedbiphenyl (PCB). Pencemaran logam berat dapat diakibatkan oleh
pencemaran dari industri pertambangan seperti tambang timah, logam mulia, dan
proses-proses lain yang menggunakan logam sebagai bahan dasar.
Logam berat seperti merkuri (Hg),
cadmium (Cd), perak (Ag), tembaga (Cu), dan arsenik (As) adalah termasuk dalam
daftar bahan beracun berbahaya (B3) tidak hanya berbahaya bagi lingkungan
tetapi juga bagi manusia. Merkuri termasuk logam yang paling berbahaya karena
dapat merusak sistem syaraf manusia dan juga mematikan. Cadmium, perak dan
tembaga juga sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kanker dan menurunkan
kemampuan bereproduksi (menghasilkan keturunan). Arsenik merupakan salah satu
logam berat yang banyak digunakan sebagai racun pembunuh hewan karena daya
racunnya yang kuat. Keberadaan logam-logam berat tersebut di dalam lingkungan,
misalnya lingkungan perairan, relatif sulit dideteksi dengan peralatan biasa.
Dibutuhkan peralatan yang canggih seperti spektrofotometer serapan atom (SSA)
atau lebih dikenal dengan istilah atomic absorbency spectrophotometer (AAS)
untuk mendeteksinya. Dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan logam-logam berat
tersebut mungkin baru dapat dilihat apabila ikan dan hewan-hewan air lain
terapung mati di atas sungai. Namun, adanya dampak yang terlihat (akut)
tersebut menunjukkan sudah parahnya pencemaran yang terjadi. Penanggulangan
pencemaran yang telah berada pada kondisi akut tersebut relatif lebih sulit dibandingkan
dengan penanggulangan pencemaran ringan atau tindakan pencegahan pencemaran.
Pencemar organik seperti PCB umumnya
dihasilkan dari proses-proses pembuatan dan penggunaan bahan-bahan kebutuhan
sehari-hari seperti plastik dan bahan-bahan elektronik termasuk industri mobil.
PCB sangat berbahaya karena bahan tersebut mampu menerobos kulit hewan termasuk
manusia dan menumpuk di dalam tubuh, terutama di jaringan lemak. Bahan tersebut
juga dapat ditransferdari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lainnya
melalui makanan atau minuman yang diproduksi dari mahluk hidup misalnya daging
dan susu. PCB tersebut juga dapat ditransfer dari ibu ke bayi melalui tali
pusat (placenta) atau melalui air susu ibu. Bahan tersebut juga mengalami
proses biomagnifikasi, artinya bertambah besar konsentrasinya pada hewan yang
menduduki tingkat lebih tinggi di dalam rantai makanan, misalnya hewan pemakan
ikan.
Hewan pemakan ikan seperti burung
elang dapat memiliki koncentrasi PCB ribuan kali dari konsentrasi PCB di tubuh
ikan atau milyaran kali dari konsentrasi PCB di dalam air. Kondisi tersebut
bertambah buruk karena PCB juga bersifat persisten yaitu sulit di urai oleh
mikroba dan lingkungan sehingga keberadanya akan tersus bertambah karena hampir
tidak ada proses yang mampu menguranginya. Dampak negatif dari PCB adalah
menurunkan daya reproduksi hewan termasuk manusia dan mengakibatkan berbagai
penyakit kronis seperti kanker dan penyakit lain yang berhubungan dengan fungsi
hati. PCB diduga menjadi penyebab punahnya beberapa jenis hewan liar. Selain
PCB, terdapat kelompok bahan pencemar organik lain yang mampu menurunkan
reproduksi dan bahkan mengubah jenis kelamin hewan. Kelompok tersebut
diistilahkan sebagai pengganggu fungsi hormon (endocrine disruptors). Dari
beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa endocrine disruptors mampu mengubah
jenis kelamin katak dan buaya yang berakibat lanjut pada menurunnya populasi
hewan-hewan tersebut. Bahan-bahan tersebut juga dikhawatirkan dapat mengubah
keseimbangan hormon di dalam tubuh manusia yang berdampak pada kelainan
fisiologis dan psikologis.
-
Kerusakan lingkungan dalam pandangan
Islam
Proses
kerusakan lingkungan di darat dan lautan telah disitir dalam Alqur’an surat 30
(Ar-rum) ayat 41:”Telah terjadi (tampak) kerusakan di darat dan di laut
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah akan merasakan kepada mereka
sebagian (akibat tindakan mereka) agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Selanjutnya masih banyak lagi ayat-ayat Alqur’an (misalnya: surat 2 ayat 60 dan
205; surat 5 ayat 64; surat 7 ayat 85; dan beberapa surat lainnya) yang juga
menegaskan tentang peranan manusia dalam kerusakan lingkungan, melarang manusia
untuk merusak lingkungan, dan sekaligus mengajak manusia memelihara lingkungan.
Dari ayat-ayat tersebut ada dua hal pokok yang menjadi dasar pandangan Islam
dalam issu pencemaran lingkungan. Pertama, Islam menyadari bahwa telah dan akan
terjadi kerusakan lingkungan baik di daratan dan lautan yang berakibat pada
turunnya kualitas lingkungan tersebut dalam mendukung hajat hidup manusia.
Kedua, Islam memandang manusia sebagai penyebab utama kerusakan dan sekaligus
pencegah terjadinya kerusakan tersebut.
Untuk itu,
ajaran Islam secara tegas mengajak manusia memakmurkan bumi dan sekaligus
secara tegas melarang manusia membuat kerusakan di bumi. Namun sayangnya,
ayat-ayat tersebut kurang mendapat perhatian baik dari kalangan ulama maupun
masyarakat umum. Kemungkinan besar masyarakat belum cukup menyadari dampak
akibat kerusakan lingkungan, bahkan ketika mereka jelas-jelas mengalami bencana
tersebut. Sebagai contoh, banjir tahunan yang melanda kota Jakarta adalah
akibat rusaknya lingkungan di hulu, aliran, dan muara sungai. Perubahan
lingkungan di daerah hulu dari areal hutan ke perumahan (villa) mengakibatkan
turunnya daya dukung lingkungan hulu untuk menampung air. Akibatnya ketika
terjadi hujan, sebagian besar air hujan masuk ke dalam sungai. Selanjutnya,
kerusakan lahan, tebing, serta penimbunan sampah disekitar aliran sungai juga
menambah besar resiko banjir yang terjadi.
Ditambah
lagi dengan proses pendangkalan muara sungai akibat lumpur dan timbunan sampah
menambah parah serta meluasnya daerah banjir dari tahun ke tahun. Bencana
tahunan tersebut tampaknya belum mampu juga merubah tabiat dan prilaku
masyarakat dalam mengelola lingkungan. Masyarakat tampaknya sudah “beradaptasi”
dengan kerusakan tersebut dan terkesan “apatis” untuk merubahnya. Bahkan ketika
anak-anak mereka sakit kolera, disentri, demam berdarah, bahkan meninggal
akibat lingkungan yang buruk tersebut mereka masih kurang menyadarinya.
Dibutuhkan pendekatan dan pengelolaan yang terpadu untuk mengatasi
masalah-masalah lingkungan tersebut.
-
Pengelolaan lingkungan secara
terpadu
Dalam
pengelolaan lingkungan yang terpadu dibutuhkan peran dari berbagai pihak
seperti pemerintah, media massa, pendidik, tokoh-tokoh masyarakat, dan
masyarakat umum. Beberapa aspek dasar yang diperlukan dalam pengelolaan
lingkungan yang terpadu adalah:
1.
Pendidikan lingkungan
Pendidikan
lingkungan merupakan unsur yang sangat penting dalam mengelola lingkungan.
Pendidikan lingkungan memiliki peran yang strategis dan penting dalam
mempersiapkan manusia untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan. Melalui
pendidikan lingkungan orang dapat mengembangkan pemikiran dan teknologi yang
mampu mendukung langkah yang tepat untuk skala lokal maupun global. Selain dari
itu, pendidikan sendiri merupakan jalur positif untuk menuju perubahan
pemahaman mengenai lingkungan hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan dari
suatu masyarakat maka semakin tinggi pula persepsi dan kepedulian masyarakat
tersebut sehingga menimbulkan sikap serta perilaku yang lebih baik dalam
menghadapi masalah lingkungan.
Hal ini
dapat dilihat dari persepsi rakyat di negara-negara maju seperti Amerika,
Eropa, dan Jepang yang sangat mengindahkan lingkungan hidup mereka. Oleh karena
itu, pendidikan lingkungan harus disampaikan secara intensif dan komprehensif
melalui semua jenjang pendidikan baik formal maupun nonformal. Contoh
praktek-praktek yang tidak baik seperti membuang sampah sembarangan, membuang
cairan beracun ke dalam sungai, bercocok tanam di atas lahan pembuangan sampah,
menggunakan kertas bercetak (misalnya kertas koran) sebagai pembungkus makanan,
menggunakan bahan pengawet mayat sebagai pengawet makanan, menggunakan bahan
pewarna pakaian sebagai pewarna makanan, dan banyak lagi merupakan
praktek-praktek umum yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia karena kurangnya
pendidikan lingkungan dan kesehatan tersebut. Ditambah lagi banyaknya industri
yang tidak mengindahkan lingkungan dengan membuang limbah secara langsung atau
limbah yang tidak diolah secara memadai ke dalam lingkungan.
Hal ini
menunjukkan pula bahwa kedisiplinan bangsa kita sangat kurang dalam mengelola
lingkungan. Selain itu, dapat juga menjadi petunjuk bahwa karakter bangsa kita
yang tidak peduli, egois, mementingkan kepentingan (ekonomi) sesaat
dibandingkan dengan menjaga kepentingan pembangunan dan kesejahteraan yang
berkelanjutan.
2.
Media massa
Peningkatan
pengetahuan manusia tentang lingkungan hidup bila tanpa disertai upaya
penyebarluasan informasi ilmu pengetahuan itu sendiri sudah barang tentu akan
menjadi hambatan ke arah terciptanya lingkungan yang berkualitas. Peranan media
massa dalam perluasan informasi tersebut sangatlah besar. Media massa disini
sudah termasuk: media cetak, radio, televisi dan internet. Dibandingkan media
massa yang lainnya, media cetak khususnya surat kabar dapat berperan penting
dalam hal penyebaran informasi masalah lingkungan. Hal ini dimungkinkan
dikarenakan surat kabar merupakan media yang relatif murah serta mudah
diperoleh sehingga cenderung memiliki tingkat efektifitas penyebaran informasi
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan media lainnya seperti misalnya radio,
televisi dan internet. Penyediaan rubrik khusus mengenai lingkungan di media
massa tersebut dapat menjadi sumbangan yang tak terkira bagi terciptanya
lingkungan yang bersih dan sehat.
3.
Kebijakan dan Penegakan hukum
lingkungan
Pengembangan
kebijakan yang mudah dipahami dan efektif dilaksanakan juga merupakan faktor
penting dalam pengelolaan lingkungan yang baik. Selain itu, penegakan hukum
khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat dan
perlindungan lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
pengelolaan lingkungan. Walaupun berbagai kebijaksanaan telah diciptakankan
dalam rangka untuk mendapatkan lingkungan yang berkualitas, namun bila
penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya maka sasaran yang akan dicapai
akan menjadi sia-sia. Selama ini peran pemerintah sangatlah kecil dalam proses
penegakan hukum lingkungan. Program-program seperti kali bersih, langit biru,
analisis dampak lingkungan (AMDAL), pemberian penghargaan KALPATARU dan program
lingkungan lainnya lebih terkesan sebagai semboyan ketimbang program yang
dilaksanakan dengan baik. Salah satu faktor kegagalan tersebut adalah kurangnya
kemampuan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum lingkungan.
-
Peran Islam dalam pengelolaan
lingkungan terpadu
Sesuai dengan
motto sebagai agama yang rahmatan lil alamin (kasih bagi alam semesta; surat 21
ayat 107), maka sudah sewajarnya apabila Islam menjadi pelopor bagi pengelolaan
lingkungan sebagai manifestasi dari rasa kasih bagi alam semesta tersebut.
Selain melarang membuat kerusakan di muka bumi, Islam juga mempunyai kewajiban
untuk menjaga lingkungan yang bersih, karena kebersihan merupakan bagian hidup
masyarakat Islam seperti diutarakan oleh nabi Muhammad SAW dengan hadistnya
yang berbunyi: “Kebersihan merupakan bagian dari iman”. Nabi Muhammad SAW juga
melarang manusia untuk membuang air seni ke dalam sumber mata air, jalanan, di
tempat teduh, dan di dalam liang (tempat hidup) binatang.
Larangan
tersebut dapat dimanifestasikan lebih lanjut sebagai larangan Islam dalam
membuang sampah atau produk-produk berbahaya ke dalam lingkungan yang
kemungkinan besar akan merusak atau menurunkan mutu lingkungan tersebut. Islam
mengajak manusia untuk secara aktif mengelola lingkungan tersebut, misalnya
dengan membuang sampah pada tempatnya. Hal ini sesuai dengan filsafah Islam
yang umumnya bersifat lebih suka mencegah (preventive) perbuatan atau kejadian
yang buruk ketimbang mengobati (curative) kejadian atau perbuatan buruk yang
terjadi. Namun, Islam juga tidak berpangku tangan apabila telah terjadi suatu
kejadian buruk atau kejahatan seperti misalnya tertuang dalam hukum agama
(syar’i) yang mengatur hukuman bagi pelanggar aturan.
Beberapa aspek yang dapat dilakukan oleh Islam dalam pengelolaan lingkungan yang terpadu adalah:
1. Pendidikan lingkungan
Beberapa aspek yang dapat dilakukan oleh Islam dalam pengelolaan lingkungan yang terpadu adalah:
1. Pendidikan lingkungan
Pendidikan
lingkungan yang diajarkan secara Islami merupakan sarana penting bagi muslim
untuk mengenal dan menyadari lingkungan hidup mereka secara baik dan benar
sehingga mampu berperan secara sadar dan aktif dalam pengelolaan dan pembinaan
lingkungan. Sebagai mayoritas penduduk Indonesia, muslim mempunyai kewajiban
dan peran yang sangat besar dalam pengelolaan lingkungan tersebut. Dibutuhkan
pengetahuan dan kesadaran yang mendalam bahwa Islam sangat memperhatikan
lingkungan dan kesehatan. Hal ini membutuhkan peran pendidik, ulama, dan tokoh
masyarakat untuk menanamkan pengetahuan dan kesadaran tersebut kepada
masyarakat.
Kesadaran
bahwa alam semesta adalah milik Allah SWT merupakan langkah dasar dalam
memahami kedudukan manusia di alam ini. Dalam beberapa ayat Alqur’an Allah SWT
menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta beserta isinya dengan
pertimbangan yang matang, seimbang, dan setiap ciptaanNya tersebut mempunyai
manfaat dan fungsi (surat 6 ayat 38; surat 16 ayat 66 s/d 69; surat 25 ayat 2;
surat 54 ayat 49; surat 80 ayat 24 s/d 32). Selanjutnya, Allah SWT juga
menyatakan bahwa manusia adalah ciptaaanNya yang unik dan menjadikannya sebagai
khalifah di bumi (surat 6 ayat 165; surat 7 ayat 69 dan 129; surat 10 ayat 14;
surat 24 ayat 55; surat 38 ayat 26).Dalam ajaran Islam, khalifah lebih bersifat
sebagai pengelola atau manajer di bumi ini sedangkan Allah SWT adalah pemilik
mutlak dari bumi dan segala isinya. Allah SWT memberikan hak kepada manusia
untuk mengambil manfaat dari bumi dan isinya namun Allah SWT juga memberi
kewajiban pada manusia untuk menjaga bumi dan isinya. Hal ini sesuai benar
dengan deklarasi PBB mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yang berisi petunjuk dan informasi tentang pemanfaatan dan
pengeloaan sumber daya alam bagi pembangunan dan kelanjutan pembangunan itu
sendiri. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan disegala bidang
(misalnya ekonomi, sosial, dan politik) yang tetap mengindahkan ketersediaan
sumber daya alam yang memadai bagi generasi mendatang. Pembangunan tersebut
sangat memperhatikan daya dukung lingkungan, sehingga tidak secara semena-mena
menghabiskan sumber daya alam yang tersedia. Hal ini sesuai dengan saran
Rasulullah SAW untuk hidup sederhana dan tidak berfoya-foya terhadap harta dan
sumber daya yang kita miliki. Selanjutnya pembangunan yang berkelanjutan juga
memperhatikan aspek sumber daya manusia sebagai pelaku dan penanggung jawab
pembangunan tersebut. Peningkatan mutu sumber daya manusia yang pintar dan
bijaksana sangat ditekankan dalam Islam.
Pada
masyarakat pedesaan yang sebagian besar bersifat primordial, peran ulama dan
tokoh masyarakat dalam mensukseskan program pengelolaan lingkungan sangatlah
besar. Masyarakat pedesaan umumnya pasif dan mencontoh perbuatan yang dilakukan
oleh ulama atau pemimpin mereka. Untuk itu sudah sewajarnya apabila ulama,
pemimpin, ataupun calon ulama dan pemimpin masyarakat membekali diri dengan
pengetahuan yang memadai mengenai pengelolaan lingkungan dan kesehatan. Pada
masyarakat perkotaan yang umumnya lebih individualistis, intelektual muslim
diharapkan menjadi contoh yang baik dalam menjaga dan mengelola lingkungan,
karena dengan pengetahuan yang dimilikinya seharusnya dia mampu menyelaraskan
dan memadukan perintah agama dengan perannya sebagai bagian dari penebar kasih
bagi semesta alam.
2. Media
massa Islam
Peran media
massa Islam tidaklah kurang penting dari pendidikan bahkan merupakan partner
yang cukup relevan untuk menunjang pendidikan lingkungan tersebut. Media massa
Islami harus diisi pula dengan pendidikan lingkungan, terutama untuk anak-anak
dan generasi muda sehingga mereka menyadari hubungan agama dengan lingkungan
dan arti penting hubungan tersebut demi kesejahteraan dan kesehatan manusia dan
lingkungan. Untuk kalangan dewasa, media massa perlu juga menyisipkan
pendidikan mengenai bahaya kesehatan yang ditimbulkan akibat kerusakan
lingkungan dan juga pengetahuan mengenai pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development) yang memang sesuai dengan nafas Islam.
4.
Kebijakan dan penegakan hukum
lingkungan secara Islami
Agama Islam
menegaskan bahwa setiap individu akan dimintai pertanggung jawaban pada hari
pembalasan atas segala prilakunya di muka bumi, termasuk didalamnya adalah
bagaimana individu tersebut berbuat terhadap alam, lingkungan, dan makhluk
hidup lainnya. Contoh mengenai pertanggung jawaban tersebut misalnya kisah
mengenai seorang wanita yang dimasukkan ke dalam neraka akibat melalaikan
tugasnya memberi makan pada kucing perliharaannya dan kisah mengenai seorang
laki-laki yang dimasukkan ke surga karena budi baiknya memberi minum pada anjing
liar yang sedang kehausan. Dari contoh tersebut jelas bahwa setiap individu
muslim berkewajiban untuk berlaku baik terhadap sesama makhluk hidup. Kewajiban
tersebut dapat dimanifestasikan dengan jalan menjaga dan merawat lingkungan
yang mampu mendukung kehidupan semua makhluk hidup.
Islam sama
sekali tidak melarang pemanfaatan lingkungan demi kesejahteraan manusia, namun
Islam mewajibkan bahwa dalam pemanfaatan tersebut harus dihindari pemanfaatan
yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan
membahayakan makhluk hidup yang lain termasuk manusia sendiri. Islam
menyarankan untuk melakukan pemanfaatan yang berkelanjutan (sustainable
utilization) yang pada akhirnya akan mampu memberikan kesejahteraan yang merata
dan berkelanjutan bagi manusia dan mahkluk hidup lainnya.
Dalam hukum
Islam juga ada perintah untuk menjaga dan membantu lingkungan sekitar dengan
memberikan sedekah, misalnya dengan memberikan wakaf untuk sebesar-besarnya
digunakan bagi masyarakat sekitar. Selama ini kebanyakan wakaf yang dilakukan
adalah dengan mendirikan tempat-tempat ibadah dan sarana pendidikan. Mungkin
tidaklah berlebihan apabila wakaf tersebut juga dapat diberikan berupa hutan
kota, hutan lindung, hutan wisata, atau hutan pendidikan yang sangat berguna bagi
masyarakat sekitar baik muslim ataupun non muslim. Selain itu, bentuk hibah
tersebut juga akan mampu menambah kesegaran dan kesehatan lingkungan ditambah
lagi membantu hewan-hewan liar seperti burung-burung dan hewan-hewan kecil
lainnya menemukan habitat hidup mereka. Bentuk hibah seperti ini sangatlah
cocok bagi lingkungan perkotaan yang semakin mengalami penurunan kualitas
lingkungan dan kesehatannya akibat berkurangnya hutan penyanggah (buffer zone)
di daerah perkotaan tersebut.
Dalam Islam,
penghargaan (pahala) dan hukuman (dosa) diformulasikan dengan baik dalam
mengatur tingkah laku pemeluknya termasuk dalam hal pengelolaan lingkungan.
Muslim yang menjaga lingkungan dan berlaku baik terhadap semua makhluk hidup
akan mendapatkan ganjaran berupa pahala yang besar. Sebaliknya, mereka yang
merusak lingkungan dan berlaku jahat terhadap makhluk hidup lainnya akan
mendapat hukuman berupa dosa. Bentuk penghargaan dan hukuman tersebut dapat
dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari dan dituangkan dalam kebijakan dan
peraturan-peraturan dalam masyarakat secara mandiri ataupun melalui campur
tangan pemerintah. Apabila dilaksanakan dengan baik maka penghargaan dapat
menjadi motivasi bagi masyarakat untuk lebih giat lagi dalam mengelola
lingkungan, sebaliknya hukuman dapat mencegah masyarakat dari perbuatan yang
merusak lingkungan.
PENUTUP
Sebagai
agama yang rahmatan lil ‘alamin, Islam meletakkan pemanfaatan dan pengelolaan
lingkungan sebagai bagian integral dari proses ibadah yang dijalankan oleh penganutnya.
Kewajiban setiap muslim dalam menjaga lingkungan yang baik telah termaktub di
dalam Alqur’an dan juga diberikan contohnya dalam beberapa hadis nabi, termasuk
ganjaran atau hukuman bagi yang tidak mengindahkan kewajiban tersebut. Usaha
yang terus menerus masih harus dilakukan guna menyadarkan mereka sehingga
pengelolaan lingkungan yang baik dan terpadu menjadi bagian dari hidup mereka.
Selain itu, dengan menyadari hukuman berat yang Allah SWT akan berikan pada
mereka apabila melakukan kerusakan, akan menjauhkan mereka dari perbuatan yang
merusak tersebut.
Merosotnya
citra Islam disegala bidang termasuk bidang lingkungan banyak diakibatkan oleh
tidak dilaksanakannya kewajiban agama tersebut oleh sebagian besar pemeluknya.
Sebagian besar pemeluk Islam masih menganggap bahwa kewajiban mereka hanyalah
yang bersifat ritual ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan pergi haji tanpa
melihat fungsi dan manfaat lebih jauh dari ritual tersebut. Misalnya, shalat
selain merupakan sarana berbakti kepada Allah SWT juga dimaksudkan agar
mencegah pelaku shalat tersebut dari perbuatan keji dan mungkar termasuk
membuat kerusakan dan pencemaran lingkungan. Ibadah puasa diharapkan menjadi
sarana bagi pelaku puasa tersebut untuk bersifat sabar, sederhana, dan tidak berfoya-foya.
Dengan sifat tersebut, diharapkan mereka mampu mengekang diri mereka dari
eksploitasi lingkungan yang berlebihan.
Zakat dan
sedekah diharapkan mampu membuat sipelaku menjadi orang yang pemurah dan
sekaligus memberikan perhatian terhadap lingkungan sekitar. Zakat dan sedekah
seharusnya tidak dilakukan hanya untuk terlepas dari kewajiban untuk
memenuhinya tetapi seharusnya disadari bahwa zakat dan sedekah tersebut harus
memenuhi fungsinya sebagai salah satu sarana kesejahteraan umat manusia. Untuk
itu, zakat tersebut harus dikelola dan dimonitor dengan baik demi kesejahteraan
bersama. Selanjutnya pergi haji dapat juga dijadikan sarana untuk mempelajari
lingkungan yang mungkin sangat berbeda dengan lingkungan asal pelaku haji
tersebut. Selain itu sejarah mengenai kisah nabi Ibrahim juga dapat dijadikan
pelajaran bagaimana pentingnya sumber daya alam (misalnya air) bagi manusia.
Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam tersebut merupakan kewajiban bagi
setiap individu muslim. Dengan menumbuh semangatkan kesadaran tersebut, insya
Allah cita-cita sebagai agama yang rahmatan lil alamin dapat terwujud.
Thanks for reading & sharing THE RIANDA
0 komentar:
Post a Comment