A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK
Sesuai
anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses
pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam
praktiknya.
1. Pengertian dan Kegunaan
Pengambilan
keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat
menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis
dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas.
Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan
dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada
pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk
menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang
didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis
sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik.
Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang
petugas kesehatan berikan pada klien.
Seorang tenaga klinis
apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan panik,
membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus
emergency ) maka 2 hal yang dilakukan :
a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau.
b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya mencari suatu solusi.
Apabila
tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan
pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami
kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu
tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya,
sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan
klinisnya. Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan
proses manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan
seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara
tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi.
Dalam
pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan
langkah-langkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan
pendekatan pemecahan masalah.
2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis
a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi )
Langkah
pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali
keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang
lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya.
contohnya :
a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang
b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu.
Dalam
kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi ,
tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak
menyadarinya.
contohnya :
Ibu
datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa,
keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum
tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan
keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan
pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya dirasakan sejak kapan
? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan
darah tinggi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ?
setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat
menemukan keluhan yang sebenarnya
Oleh karena itu untuk
mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu
mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya . Hal
ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah
yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik,
pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya,
seperti contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering
terjadi terlalu banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau
tidak dapat membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang
tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu
pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien
apabila dalam kondisi kegawatdaruratan
misalnya :
pada
saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT,
riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian ini
sangat tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan
penyakit keluarga (penyakit keturunan).
Agar tenaga
kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif, maka
harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga yang
berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan
yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada
bagian yang paling relevan.
b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan)
Setelah
mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan
suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial
ini merupakan kemungkinan – kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan.
contohnya:
diagnosa
banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa
banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress,
anemi atau pre eklamsi.
Dari
diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan
atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya.
Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose
yang ada/
contoh :
bila
ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein - , maka diagnosa yang
dapat diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja).
Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.
Salah satu contoh ;
seorang
ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya
mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus
kelahiran serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu
diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri ,
laserasi vaginal atau sisa placenta .
Sebagai
seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan
pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan
informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan
diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut.
Jika ditemukan
bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak mengalami
komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri sebagai
penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik bisa
dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan
bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan tetapi ,
diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih
diperlukan . Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong
persalinan mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan
satu diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami
atonia uteri , maka pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu,
ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor lain harus dipertimbangkan
dalam langkah berikutnya.
c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana )
Setelah
memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih
perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan
beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah :
• Pengalaman tenaga kesehatan
• Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based)
• Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan
• Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data.
Contoh :
Sebagai
contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan ,
anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah
memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya
akan didasarkan pada jumlah perdarahan , obat-obat yang tersedia,
keberhasilan pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta
informasi – informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya
yang positif, yang bisa timbul dari masing-masing alternatif
pengobatan.
d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana )Langkah
berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan
pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau
asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu
mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di
standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu
memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan.
Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah
berikutnya.
e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan )
Dalam
langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana
tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi
untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak
contoh
dalam
kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah kontraksi
uterus menjadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap.Jika belum
efektif maka pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan
perencanaan, intervensi dan evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat
sirkuler (berulang) yang banyak persamaannya dengan proses penilaian
dan diagnosis bila tetap uterus lembek dan perdarahan banyak, maka
tindakan lain diberikan, misalnya kompresi bimanual.
Penilaian
atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke pembentukan
diagnosis akhir – diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh informasi
objektif yang lebih banyak , jika diagnosis akhir ternyata sejalan
dengan diagnosis kerja atau diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan
akan menggunakan rincian dari kasus tersebut didalam memori simpanan
pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu intervensi dilihat apabila
terjadi perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada penyebab
masalahnya, misalnya bagi ibu yang mengalami perdarahan paska
persalinan, jika perdarahan berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek
(yang membuktikan bahwa atonia uteri yang menjadi penyebabnya masih
belum terselesaikan), maka penanganannya tidak bisa dianggap berhasil.
Sumber
1. Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.
2. Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta: PP IBI.2004
3. Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995
Thanks for reading & sharing THE RIANDA
0 komentar:
Post a Comment