Home » » PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK DALAM MANAJEMEN KEBIDANAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK DALAM MANAJEMEN KEBIDANAN

Posted by THE RIANDA on Wednesday, 28 November 2012

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK DALAM MANAJEMEN KEBIDANAN

A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK
Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam praktiknya.


1. Pengertian dan Kegunaan
Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas. Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas kesehatan berikan pada klien.

Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus emergency ) maka 2 hal yang dilakukan :
a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau.
b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya mencari suatu solusi.

Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya, sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan klinisnya. Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi.

Dalam pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan langkah-langkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan pendekatan pemecahan masalah.

2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis
a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi )
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya.

contohnya : 
a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang
b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu.

Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi , tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak menyadarinya.

contohnya :
Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa, keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya dirasakan sejak kapan ? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ? setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat menemukan keluhan yang sebenarnya

Oleh karena itu untuk mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya . Hal ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik, pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya, seperti contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering terjadi terlalu banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau tidak dapat membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila dalam kondisi kegawatdaruratan

misalnya :
pada saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT, riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian ini sangat tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan penyakit keluarga (penyakit keturunan).

Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif, maka harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga yang berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada bagian yang paling relevan.

b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan)
Setelah mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial ini merupakan kemungkinan – kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan.

contohnya: 
diagnosa banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress, anemi atau pre eklamsi. 

Dari diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose yang ada/

contoh : 
bila ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein - , maka diagnosa yang dapat diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja). 

Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.

Salah satu contoh ; 
seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus kelahiran serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri , laserasi vaginal atau sisa placenta . 

Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut. 

Jika ditemukan bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak mengalami komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri sebagai penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik bisa dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan tetapi , diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih diperlukan . Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong persalinan mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan satu diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami atonia uteri , maka pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu, ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor lain harus dipertimbangkan dalam langkah berikutnya. 

c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana ) 
Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah : 
• Pengalaman tenaga kesehatan
• Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based)
• Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan
• Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data. 

Contoh : 
Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan , anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya akan didasarkan pada jumlah perdarahan , obat-obat yang tersedia, keberhasilan pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta informasi – informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif, yang bisa timbul dari masing-masing alternatif pengobatan. 

d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana )Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah berikutnya. 

e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan ) 
Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak

contoh 
dalam kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah kontraksi uterus menjadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap.Jika belum efektif maka pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan perencanaan, intervensi dan evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat sirkuler (berulang) yang banyak persamaannya dengan proses penilaian dan diagnosis bila tetap uterus lembek dan perdarahan banyak, maka tindakan lain diberikan, misalnya kompresi bimanual. 

Penilaian atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke pembentukan diagnosis akhir – diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh informasi objektif yang lebih banyak , jika diagnosis akhir ternyata sejalan dengan diagnosis kerja atau diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan akan menggunakan rincian dari kasus tersebut didalam memori simpanan pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu intervensi dilihat apabila terjadi perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada penyebab masalahnya, misalnya bagi ibu yang mengalami perdarahan paska persalinan, jika perdarahan berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek (yang membuktikan bahwa atonia uteri yang menjadi penyebabnya masih belum terselesaikan), maka penanganannya tidak bisa dianggap berhasil. 

Sumber 
1. Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008. 
2. Syofyan,Mustika,et all.50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III Jakarta: PP IBI.2004 
3. Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995


Thanks for reading & sharing THE RIANDA

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment